Pembangunan Ekowisata Berkelanjutan

Penulis : Mustika Edi Santosa, ME (Sekretaris GenPI Lampung)

Pariwisata tumbuh menjadi salah satu sektor primadona yang sexy untuk dapat dioptimalkan potensinya agar mampu memberikan kontribusi besar bagi pembangunan ekonomi negara. Tingginya kebutuhan masyarakat global terhadap rekreasi (hiburan) dan hadirnya hight speed connection yang didukung oleh kemajuan teknologi informasi merupakan faktor penting pendorong sektor ini terus mengalami pertumbuhan yang signifikan. Terlebih bagi negara seperti Indonesia yang memiliki keragaman budaya, masyarakat, alam, flora dan fauana, serta bentang pantai yang panjang tentu menjadi peluang besar untuk mengembangkan sektor pariwisatanya. Meskipun, di sisi lain juga ada ancaman eksploitasi dari korporasi yang ingin mengekstraksi sumberdaya alam, di mana dapat mengakibatkan kerusakan pada ekosistem alam.

Kini, kompetisi untuk menjadi negara nomor satu di dunia semakin ketat. Terutama untuk mendapatkan pengakuan sebagai negara Top Tourism secara global, tidak hanya dibutuhkan sumberdaya alam yang melimpah, namun juga sumber daya manusia yang kompatibel dan kreatif. Artinya, persaingan dunia pariwisata ke depan tidak lagi hanya berfokus pada upaya mengekspos alam kemudian mendatangkan sebanyak-banyaknya wisatawan, namun lebih ditekankan pada usaha mengeksplorasi alam secara berkelanjutan dengan kreativitas yang dimiliki oleh manusia (global competiton of talents). Sehingga, siklus pengembangan sektor pariwisata dapat berjalan berkesinambungan, punya eksistensi, berkontribusi besar bagi kemakmuran masyarakat, dan minim polutan.

Bentang alam yang dimiliki oleh Indonesia dari ujung timur hingga barat merupakan asset penting bagi negara. Asset inilah yang menjadi salah satu peluang besar untuk dapat dikelola secara optimal dalam mendorong kemajuan sektor pariwisata, khususnya wisata berbasis lingkungan atau yang dikenal dengan ecotourism (ekowisata). Dengan total 16.772 pulau, 95.181 kilometer garis pantai, dan 120,5 juta hektare hutan, tentu Indonesia punya modal cukup besar untuk dapat membangun ekowisata melalui pengembangan sustainable tourism development. Di mana pembangunan ini dapat dicapai melalui pelestarian sumberdaya alam, peningkatan nilai ekonomi, dan pemberdayaan sosial-budaya masyarakat lokal. Sehingga, pariwisata yang dikembangkan tidak menjadi mass tourism yang seringkali menghasilkan polutan dan mengakibatkan kerusakan terhadap alam. Namun dapat menjadi alternative tourism atau special interest tourism yang lebih friendly terhadap lingkungan dan berkontribusi terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat lokal.

Pembangunan ekowisata menjadi role model baru dalam pengembangan sektor pariwisata mancanegara. Di mana ia lebih berfokus pada pertumbuhan perekonomian secara signifikan dengan meminimalisir resiko kerusakan lingkungan yang dapat mengakibatkan hilangnya biodiversity. Pembangunan ekowisata juga menjadi upaya untuk mengubah paradigma lama masyarakat yang menjadikan kepentingan ekonomi sebagai tujuan utama. Kini paradigma baru secara simultan telah terbangan, yang mana kegiatan ekonomi dan sosial menjadi bagian dari alam. Artinya, masyarakat mulai memahami bahwa semua kegiatan manusia bersumber dan bergantung pada ekosistem alam. Sebagai alternative tourism, pembangunan ekowisata berfokus pada bentuk wisata berskala kecil, berkelanjutan, dan banyak melibatkan masyarakat lokal (setempat) serta pembangunan ecolodge (penginapan yang memenuhi persyaratan kelestarian lingkungan). Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan yang ada dan menghindari bisnis industri pariwisata yang eksploitatif.

Kini, ekowisata telah tumbuh sebagai core economy yang menjadi tujuan bersama dalam mencapai kemakmuran. Penumbuhan ekowisata harus berkontribusi positif bagi lingkungan, sosial dan budaya, serta ekonomi. Hal tersebut direalisasikan melalui pengaplikasian prinsip-prinsip pengembangan pariwisata berbasis lingkungan yang meliputi kelestarian lingkungan, keterlibatan penuh masyarakat lokal, terdapatnya pendidikan (edukasi) dan pengalaman untuk pengunjung, bekerlanjutan, dan memiliki manajemen pengelolaan yang baik. Melalui prinsip inilah, diharapkan ekowisata dapat menjadi model pengembangan pariwisata yang memberikan kontribusi besar bagi perekonomian negara.

Salah satu contoh pembangunan ekowisata berkelanjutan yaitu wisata hutan mangrove. Hutan mangrove yang difungsikan sebagai penahan air laut yang mengikis daratan pantai, penyerap karbondioksida (CO2) dan penghasil oksigen (O2), serta habitat dan tempat berlindung berbagai biota luat pada dasarnya juga memiliki potensi besar untuk dijadikan ekowisata. Terlebih Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat pada tahun 2021 terdapat 3.364.080 hektare hutan mangrove di Indonesia. Adanya potensi ini tentu menjadi peluang besar, terutama bagi masyarakat lokal untuk mengembangkan ekowisata mangrove agar ada peningkatan ekonomi yang dapat mereka rasakan. Disamping upaya untuk pelestarian alam juga tetap terus dilakukan secara konsisten. (Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *