Mengulik Tradisi Ogoh-ogoh Masyarakat Hindu Bali Jelang Perayaan Hari Raya Nyepi Tahun 2023

Lampung – Tradisi Ogoh-Ogoh merupakan salah satu tradisi yang dilaksanakan dalam serangkaian Hari Raya Nyepi bagi umat beragama Hindu. Tradisi ini telah lama ada dan menjadi warisan Nusantara yang tetap dijaga serta dilestarikan oleh masyarakat Hindu di seluruh Indonesia.

Ogoh-ogoh adalah boneka/ patung besar yang menyerupai Bhuta Kala atau raksasa jahat dan biasanya digunakan oleh masuarakat Hindu untuk melakukan pembersihan terhadap desa sebelum hari raya Nyepi. Ogoh-ogoh biasanya dibuat menyeramkan dan besar guna menggambarkan bentuk nyata dari raksasa Bhuta Kala yang dipercaya oleh masyarakat Hindu.

Menurut Widnyani (2012), berdasarkan kajian bentuk dan identifikasi gaya atau ekspresi dari patung Ogoh-ogoh, maka ogoh-ogoh diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu : pertama Ogoh-ogoh Bhuta Kala. Ogoh-ogoh jenis ini paling sesuai dengan prosesi ritual Nyepi karena wujudnya yang menyeramkan dengan posturnya yang besar dan tinggi, matanya nampak mendelik dan terlihat garang persis seperti perwujudan raksasa. Kedua, Ogoh-ogoh Wayang. Ogoh-ogoh ini berbentuk tokoh-tokoh dalam pewayangan seperti Bima (lambang kebenaran dan kekuatan), Krisna (lambang kebijaksanaan) dan ada juga tokoh Rahwana (lambang kejahatan) dan yang ketiga adalah Ogoh-ogoh kontemporer yang sama sekali tidak mempunyai pakem atau aturan yang pasti mengenai bentuknya, yang paling penting adalah pesan yang disampaikan kepada masyarakat. Umumnya mengambil gaya yang eksentrik seperti: koruptor atau tokoh anime. Namun, dari ketiga jenis ogoh-ogoh tersebut yang sering digunakan masyarakat Hindu sampai sekarang untuk perayaan hari raya Nyepi adalah Ogoh-ogoh Bhuta Kala yang dinilai paling sesuai dengan makna upacara ritual Nyepi.

Tradisi pawai/ parade/ arak-arakan ogoh-ogoh biasanya dilaksanakan 1 hari sebelum masyarakat agama Hindu melaksanakan Nyepi. Umat beragama Hindu mempercayai bahwa hal ini dilakukan guna mengusir keburukan, penyakit, atau energi jahat yang ada di lingkungan desa mereka karena besoknya masyarakat akan menjalani Catur Brata Penyepian atau 4 pantangan yang harus dilakukan saat melaksanakan Nyepi.

Ogoh-ogoh diangkat oleh 10-20 orang tergantung pada ukurannya, semakin besar ukuran ogoh-ogoh maka akan semakin banyak yang mengangkatnya. Sebelum diangkat untuk di arak keliling desa biasanya para pengangkat akan diberikan tirta(air) dan bija(beras) yang sudah didoakan terlebih dahulu oleh pemangku (tokoh adat). Hal ini dipercaya sebagai bentuk penyucian diri keamanan bagi mereka karena nantinya mereka akan membawa ogoh-ogoh yang sakral. Kemudian ogoh-ogoh diangkat dan diarak keliling desa diiringi dengan musik gamelan yang sangat khas. Biasanya setiap di persimpangan/ perempatan ogoh-ogoh akan digoyang disertai teriakkan dan suara gamelan yang semakin diperkeras, disinilah biasanya letak keseruan dari acara ini. Ogoh-ogoh yang diarak keliling desa dipercaya akan menyerap energi jahat kedalam dirinya sehingga dipercaya bahwa berat ogoh-ogoh semakin lama akan bertambah yang berarti banyak energi jahat yang masuk kedalam tubuhnya. Ketika di akhir acara, ogoh-ogoh akan dibakar guna memusnahkan energi jahar yang sudah terkumpul di dalamnya. Dengan begitu, desa akan bersih dari energi negatif dan besoknya masyarakat akan dengan damai untuk melaksanakan Nyepi.

Penulis : Restu Kurniawan (Mahasiswa Universitas Lampung & Tim Magang Madani news)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *