Berbagai Mata Uang di Asia Naik, Bagaimana Rupiah?

Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

madaninews.com – Meskipun indeks dollar AS meningkat, namun itu bersamaan dengan meningkatnya nilai tukar mata uang berbagai negara di Asia. Lalu bagaimana rupiah?

Berdasarkan data revinitif, mata uang Indoensia terapresiasi pada pembukaan perdagangan sebesar 0,23%, yakni senilai Rp. 15.445/US$. Kemudian kembali melemah menjadi 0,11% menjadi Rp. 15.473/US$.

Indeks Dola AS sendiri sampai saat ini terpantau menguat 0,45% menjadi senilai 106,77. Namun itu semakin menjauh dari rekor tertingginya yaitu 114,7. Hal itu membuka peluang mata uang di Asia termasuk Rupiah untuk menguat.

Untuk yang di dalam negeri, investor wajib memperhatikan sentiment pecan ini yakni rilis data Neraca Perdagangan Indonesia pada Oktober 2022. Neraca akan rilis pada selasa, 15 November 2022.

Jika neraca perdagangan Indonesia masih sama seperti pada bulan September, maka itu merupakan keberuntungan, dimana menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) neraca perdagangan Indonesia pada September surplus senilai US$ 4,99 Miliar.

Pada September 2022, ekspor Indonesia mencapai US$ 24,80 Miliar, mengalami pertumbuhan 20,28% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu (year on year). Kemudian untuk impor pada periode September 2022 adalah US$ 19,81 miliar.

Rilis berita ekonomi Indonesia sejak awal November sendiri menunjukkan bagaimana bagusnya perekonomian tanah air serta jauh dari resesi.

Bank Indonesia merilis indeks keyakinan konsumen (IKK) oktober sebesar 120,3. Angka ini lebih tinggi dari bulan sebelumnya yaitu 117,2. IKK menggunakan angka 100 sebagai ambang batas antara zona optimis dan pesimis. Apabila angka menunjukkan di atas angka 100, artinya berada di zona optimis, begitu sebaliknya.

Saat indeks kepercayaan konsumen (IKK) semakin tinggi, itu artinya belanja bisa mengalami peningkatan yang dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kuatnya perekonomian dalam negeri dapat menjadi tameng untuk Indonesia dari ancaman resesi dan kenaikan suku bunga di negara-negara berkembang yang berpotensi mendorong ekonomi global masuk ke lembah resesi.